May 15, 2006

Lost in Moby

I do love Moby's music. His music makes me feel lost. One of my best friend ever told me that I seemed like a psycho for liking that kind of music.
Having a big apreciation to Moby's music, in his opinion, seemed just like i was trying not to be me !!! Hmmm, perhaps I am a psycho...perhaps i am not the person as people see, who knows...

The first time i recognized Moby songs was from movie 'The beach'. As the theme song, "Porcelain" sounds so convinient and it seems to be a trancient song in my ears.
It could bring me to somewhere that i never knew where it was...Although he was recognized as a famous techno DJ, "Porcelain" considered as New Age genre type of music.

And then, one day, I saw his latest CD album (that time), "Hotel", and I bought it ( pirates, of course...). Surprisingly, i like all songs in that album.
Some tracks, like Raining Again, Beautiful, and Where You End, are full of beat. But some tracks, like Love Should, Hotel, Slipping Away and Temptation, are having a melodious slow beat.

Also, once, a friend ever told me that in her opinion most of Moby's music ( i prefer to say his songs as music because more that half of his tracks are only electronized music) creates emptiness in your feeling.

To be honest, she's damn right, cause i feel the same with most of his musics. In Moby's, sometimes, I can feel the emptiness, worries, a not totally delightfulness, euforia, a bitchy feeling, a desperate measurement in a complex mix heart situation, deeply sadness, and of course, psychotic emotion.

"Love Should" can make me feel a broken hearted (even in fact I don't), "Go" make me feel that The world is a giant discotheque (even I am a geek who don't like that kind of place) that move around and round. "Anthem" which is suppossed to be a sad song, in fact, bring a sense of hipersadness that make me fly unconciousness. And so many feelings that come from his musics...

One thing that I like from Moby's music that he never keep the same type of beat in each of his track. All the songs are quiete different in rythm, genre and the beat ( yea yea, Moby plays a lot with the beat. FYI, he is a DJ...beat is his soul...)

I believe a good musician usually can bring people to a spesific moody situation. And for that criteria, Moby, in my opinion, do a lot of efforts in maintaining his musics as a trance agents of mood.

Then I finally knew a lot his songs that makes me setting my heart to his music. I think this guy is a genius in what he did. At least, he can make me feel lost in his musics. What a Moby...

May 14, 2006

Daydreaming, Job-writing and Reality

Dalam hidup, antara mimpi dan kenyataan terkadang hanya berbatas sebuah benang merah tipis. Namun seringkali kita merasa kedua hal itu terpisah oleh dimensi berbeda yang teramat sulit untuk dipersatukan, bagaikan air dan minyak...
Secara tidak sengaja saya membuka sebuah mailing list PPI India. Ternyata mereka memuat sebuah tulisan saya (I am an airhead journalist tho', kekekekek) semasa masih menulis di harian Media Indonesia, mengenai pengalaman belajar di luar negeri. Hmmm, that bunch of lie was there...hahaha.
Saat menulis artikel itu saya sama sekali belum pernah sekolah ke luar negeri. Pergi keluar negeri pun bisa dihitung dengan jari. Dengan berbagai pertimbangan, seorang redaktur menugaskan saya untuk menulis bagaimana cara mendapatkan beasiswa hingga cara survive di luar negeri.
Hahaha, saat itu, saya merasa tugas tersebut teramat sangat ironis. Betapa tidak, ketika saya hampir kehilangan harapan untuk mendapatkan beasiswa (karena sebelumnya pernah gagal mendapatkan beasiswa ke luar negeri), malahan saya diberi tugas menulis tentang cara mendapatkan beasiswa.
Bagaimanapun, tetap saya tulis artikel itu, dan di muat pada halaman suplemen pendidikan Media Indonesia. Dengan mengerahkan pengalaman orang lain, ditambah dengan khayalan (scholarship awardee wannabe!!), saya tulis sebuah artikel, yang mungkin oleh segelintir orang memang dipercaya sebagai cara sukses mendapatkan beasiswa.
"Simsalabim. Sebuah artikel tentang memenangkan beasiswa ditulis oleh seseorang yang gagal mendapatkan beasiswa dan tengah bermimpi mendapatkan beasiswa. Bahkan si penulis tersebut bertekad untuk menghentikan usaha pencarian beasiswanya jika kembali gagal mendapatkan beasiswa di tahun itu. "
Untunglah, tiga bulan kemudian, terbukti bahwa artikel itu ternyata bukan cuma sekedar bualan. Mei 2005 saya mendapat sebuah kabar baik, ...and daydreaming was finally not just a daydreaming...Hingga kini saya masih di Belanda.
Thank's God...Bukan hanya karena beasiswa yang saya dapat, namun juga karena bualan yang saya tulis dan dibaca jutaan orang ternyata ada benarnya juga, meski saat itu saya sendiri amat meragukan kebenarannya (hmmm, at least it works for me...hehehe). Jadi saya sedikit terhindar dari dosa membangun sebuah kebohongan publik atas sekian banyak orang yang membaca artikel saya.
For those who share the same dreams, it may works for you. If it is not, don't blame me...Thousands of way to reach Rome..You may find your own way, baby.
Just read the article, if you're interested...

May 06, 2006

Matahari, Hadiah Terindah dari Tuhan

Delft-NL, early spring, when sun finally showed up...

Baru ketika sampai di Eropa saya menjadi begitu mencintai matahari. Baru ketika menginjakan kaki di bumi makhluk berkulit putih ini, saya menyadari bahwa matahari tidak selalu hadir untuk semua orang di pelosok dunia, seperti yang saya pikir selama ini, sebagai seorang makhluk tropis.

Bagi kita yang tinggal di daerah tropis, matahari mungkin bisa jadi sangat menyebalkan. Tengah hari, ketika matahari bersinar terik, semua orang berusaha menghindarinya. Mereka bersembunyi dibalik gedung-gedung berpendingin, atau kalau terpaksa keluar, mereka akan bersembunyi di balik payung warna-warni, sekedar memalingkan muka dari tatapan sang surya.

Di negeri kumpeni ini, setelah enam bulan lamanya matahari bersembunyi entah dimana, kini dia muncul kembali. Orang-orang menyambut ceria. "....Spring is coming, spring is coming..." Sejak musim dingin dinyatakan berakhir dua pekan yang lalu, masyarakat disini seperti terlahir kembali.

Mereka keluar dengan pakaian baru. Jaket, sweater, dan baju-baju dingin lainnya sudah pasti masuk lemari. Kini, semua berganti dengan celana pendek, T-shirt, tank top, bahkan kaus kutang. Dan yang lebih ekstrim lagi, pakaian di beberapa tempat sudah tidak dibutuhkan lagi. Dua hari yang lalu, beberapa orang sudah mulai berjemur 'bugil-gil-gil' di Danau 'palsu' Delft.

--XXX: Speaking about 'bugil-gil-gil' itu, Kamis lalu (4/5), dengan malu-malu, saya bersama seorang teman dari Bhutan bersepeda ke danau buatan itu dengan niat memang memastikan apakah benar orang-orang Belanda suka berjemur tanpa sehelai benang pun disana. Dan ternyata, fenomena itu benar-benar nyata, saudara-saudara!!!!!!!!!

Mereka dengan tanpa malu-malu menatap balik ketika saya sempat 'ngelirik' (malu kalau menatap, takutnya malah dibilang pengen lagi. Padahal emang, kekekekek). "Kok saya yang jadi malu ya, padahal mereka yang bugil".
Si teman dari Bhutan ini bahkan sampai memalingkan muka di hadapan orang-orang bugil itu. Dia bilang, "Disgusting!!!!". Beda persepsi ya, kalau saya sih dalam hati bilang seru juga ngeliat begitu, rejeki, hahaha. Ancur gue (Nih anak alim banget. Ásli, seorang Budha yang baik dari pegunungan Himalaya)....XXX---

Balik ke topik semula, matahari, disini kafe-kafe pinggir jalan kembali semarak, setelah selama musim dingin sempat mati suri. Mereka (orang-orang Belanda dan turis eropa) duduk-duduk di cafe pinggir jalan, sambil menikmati secangkir kopi atau minuman dingin (harus bayar tentunya), dan curahan sinar matahari dari langit (kalau yang ini gratis, meski termasuk barang langka) .
Sepanjang Oude Delft sampai ke centrum Delft (alun-alun kota), semua penuh dengan manusia. Mereka bersantai, kongkow-kongkow bersama kawan-kawan atau pasangan, menikmati si saudara tua kita, sang surya, yang sudah enam bulan lamanya menghilang.
Selama enam bulan lamanya hidup dalam kungkungan jaket, rasanya nyaman sekali keluar tanpa jaket dan sweater. Hmm, saya bisa keluar dengan Polo shirt hijau lumut yang baru saja saya beli di toko Hmm, keceriaan spring (dan beberapa waktu ke depan summer) ini cuma karena kehadiran si saudara tua kita, sang surya, buah karya Tuhan yang maha agung. Kalau saja matahari tak pernah ada, mungkin hidup tak akan seceria hari-hari ini (scientifically, bukan hanya tidak ceria, bahkan manusia gak akan survive tauk, hehehe). Now, I think I m in love with the sun....